FANTASI BERDARAH: DUNIA TAK LAGI AMAN, SIAPA YANG KAU LINDUNGI?



Sumber Gambar: Detik.com

Dunia yang dulu ku kenal aman, sekarang berubah menjadi ancaman. Dunia yang dulu ku kenal dengan keindahan, sekarang penuh dengan penghinaan. Dunia yang dulu ku kenal sebagai tempat perlindungan, sekarang penuh dengan perundungan. Dengan perubahan yang sangat pesat ini, membuat kita berfikir bagaaimana kita bisa membolak balikan dunia ini menjadi sebuah tempat yang aman dan asri terutama Indonesia. 

Iya Indonesia, tempat aku lahir, tempat aku menuntut ilmu, tempat aku berpijak berjuang demi masa depan. Sekarang, Indonesia yang ku kenal berbeda jauh dari apa yang aku pikirkan, perubahan yang sangat cepat dan hiperaktif. 

Oke lanjut ke pembahasan, 

Maraknya perubahan kini mampu menghipnotis jutaan manusia dengan sebuah benda kecil yang memiliki dampak negatif dan positif. Cepatnya akses informasi ini sering disebut dengan era disrupsi. Era disrupsi merupakan era terjadinya perubahan secara besar-besaran akibat adanya inovasi. Era disrupsi saat ini semakin maju bahkan hampir mempengaruhi berbagai bidang, termasuk pendidikan, sehingga hal ini menjadi sebuah tantangan tersendiri. Selain itu juga era disrupsi digital memiliki dampak positif dan negatif tergantung bagaimana sumber daya manusia memanfaat teknologi tersebut (Haris, 2016). Perubahan yang tidak hanya sebatas teknologi ini mampu merubah pola pikir, interaksi dan gaya hidup sehingga  mengubah otak kita menjadi brain out (naudzubillah).  Hal ini menuai pro dan kontra dalam masyakarat, di satu sisi hidup yang serba digital ini mamp memberikan hal yang positif begitupun sebaliknya. 

Dengan fenomena yang lagi viral di dunia maya, membuat kita melek betapa pentingnya kita membatasi diri agar tidak melewati batas. Misalnya seperti, fantasi berdarah, atau anomali tung-tung. Dunia maya yang diselimuti dengan teknologi ini tidak hanya sekedar hiburan saja, tetapi menjadi ruang kekerasan mental, dan manipulasi emosi. Dalam konteks ini, tanpa kita sadari kita telah hidup di lingkup yang bisa dikatakan kekurangan moral. Kehidupan yang dulunya ada privasi sekarang berubah menjadi ladang bisnis konsumsi publik, semua kegiatan akan dimasukkan kedalam konten-lalu viral. 

Fenomena yang hangat ini fantasi berdarah, tak habis pikir dengan orang yang melakukan hal tersebut. Ini bisa dikatakan gila kali ya dalam melakukan hal tersebut. Hawa nafsu tak bisa dikendalikan lagi dan hanya kesenangan sementara. Dengan kekurangan moral di zaman sekarang banyak masyarakat menormalisasikan hal tersebut. Orang-orang kehilangan rasa malu dan empati mereka dan dari fenomena itu menjadi sesuatu yang dinikmati banyak orang. Kekerasan  mental, fantasi berdarah, konten sadis yang dikemas dalam bentuk "cerita" atau "konten hiburan" dengan cepat menjadi viral. 

Itu aneh, bukan? Meskipun itu jelas-jelas jenis penyakit moral yang semakin dianggap umum. Kita mungkin harus mempertanyakan sejak kapan kekerasan menjadi lucu? Pada saat apa penderitaan orang lain dianggap sebagai hiburan? Banyak orang tahu mereka salah, tetapi tetap menonton, berbagi, dan tidak berbicara. Terdapat firman Allah Q.S Shad: 26. 

يَٰدَاوُۥدُ إِنَّا جَعَلْنَٰكَ خَلِيفَةً فِى ٱلْأَرْضِ فَٱحْكُم بَيْنَ ٱلنَّاسِ بِٱلْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ ٱلْهَوَىٰ فَيُضِلَّكَ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَضِلُّونَ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌۢ بِمَا نَسُوا۟ يَوْمَ ٱلْحِسَابِ

Artinya: "Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan."

Islam menekankan pengontrolan diri, bukan malah membiarkan nafsu mempermainkan hidup kita. Namun dalam hal ini, apa yang dulunya dipandang hina sekarang malah dilakukan. Rasa malu secara bertahap hilang ketika privasi diubah menjadi barang bisnis dan konsumsi publik. 

https://media.neliti.com/media/publications/384693-none-eaf0c2b8.pdf


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MODERASI BERAGAMA: TOLERANSI ANTARA MUHAMMADIYAH DAN NAHDLATUL ULAMA